Jumat, 02 Maret 2012

Hikmah dari Film Negeri 5 Menara



Salah satu film Indonesia yang menarik bagi saya adalah film Negeri 5 Menara. Film ini baru mulai tayang di bioskop hari ini, 1 Maret 2012. Film Negeri 5 Menara menceritakan mimpi seorang anak untuk dapat melanjutkan studinya di ITB yang ingin menjadi orang hebat seperti BJ. Habibie, salah satu orang yang memiliki kecerdasan luar biasa di Indonesia.


Film Negeri 5 Menara memiliki hikmah dan inspirasi tentang tekad, kerja keras, dan persaudaraan. Dimana jika kita bersungguh-sungguh dan bertekad besar dalam meraih impian kita, niscaya kita dapat meraihnya. Walaupun akan ada banyak tantangan dan hambatan di setiap langkah kita.

Cerita Film Negeri 5 Menara ini bermula dari seorang anak bernama Alif. Alif baru saja tamat dari Pondok Madani. Dia selalu bermimpi, bahwa dirinya bisa menguasai bahasa Arab dan Inggris, kemudian dia ingin belajar teknologi tinggi di Bandung seperti Habibie, lalu merantau sampai ke Amerika.





Alif tinggal di sebuah kampung kecil dipinggir danau Maninjau, dia yang tidak pernah menginjakkan kakinya ke luar tanah Minang harus mengalahkan impiannya memenuhi keinginan sang bunda, Amak yang menginginkan Alif masuk pesantren di pulau Jawa.


Amak berharap Alif bisa bermanfaat bagi banyak orang, seperti Bung Hatta dan Buya Hamka walau Alif ingin menjadi Habibie. Alif menerimanya dengan setengah hati, dia harus naik bus tiga hari tiga malam melintasi punggung Sumatera dan Jawa menuju sebuah Pondok Madani di sudut kota Ponorogo, Jawa Timur.







Kedatangannya di Pondok Madani yang terkesan kampungan dengan berbagai peraturan yang ketat semakin meremukkan semangat Alif. Namun seiring berjalannya waktu, ia pun mulai bersahabat dengan teman sekamarnya, Baso dari Gowa, Atang dari Bandung, Raja dari Medan, Said dari Surabaya, dan Dulmajid dari Madura. Berawal dari kebiasaan berkumpul di bawah menara masjid, mereka berenam pun menamakan diri Sahibul Menara, alias Pemilik menara.





Di kelas hari pertamanya di Pondok Madani, Alif dan sahabat-sahabatnya terinspirasi oleh perkataan Ustad Salman, salah seorang guru di pondok pesantren itu. Man Jadda Wa Jada..Man Jadda Wa Jada, yaitu Barang siapa bersungguh-sungguh pasti akan berhasil. Keenam sahabat ini memiliki impian masing-masing dan bertekad meraihnya.





Alif masih bermimpi bahwa dirinya bisa menguasai bahasa Arab dan Inggris, kemudian dia ingin belajar teknologi tinggi di Bandung seperti Habibie, lalu merantau sampai ke Amerika. Maka dari itu selesai dari Pondok dengan semangat besar dia pulang ke Maninjau dan tak sabar ingin segera kuliah.





Namun sahabat karibnya, Randai, meragukan dia mampu lulus UMPTN. Lalu dia sadar, ada satu hal penting yang dia tidak punya yaitu ijazah SMA. Bagaimana mungkin mengejar semua cita-cita tinggi tadi tanpa ijazah.


Alif letih dan mulai bertanya-tanya: “Sampai kapan aku harus teguh bersabar menghadapi semua cobaan hidup ini?” Hampir saja dia menyerah. Rupanya mantera man jadda wajada saja tidak cukup sakti dalam memenangkan hidup. Alif teringat mantera kedua yang diajarkan di Pondok Madani, yaitu man shabara zhafira. Siapa yang bersabar akan beruntung.





Pelajaran dan ilmu yang mereka dapatkan di pondok Madani ini yang menambah tekad dan kesungguhan meraih cita-cita dan membuat mereka sukses dalam kehidupannya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar